Sabtu, 15 Juni 2013

fraktur

TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A.    Konsep Dasar Fraktur
a.      Pengertian
       Ada  beberapa pengertian tentang fraktur menurut beberapa ahli yakni sebagai berikut :
       Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (Mansjoer, 2000 : 346).
       Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan. (Engram, 1998 : 266).
       Fraktur juga dapat terjadi karena keadaan patologik dimana sering terjadi pada daerah tulang yang menjadi lemah oleh karena tumor, degeneratif, dan pada keadaan menopause. (Price, 1995 : 1184).
       Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. (Reeves, 2001 : 248).
       Fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas tulang. (Pusdiknakes, 1995 : 75).
       Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah  putusnya hubungan normal dari tulang baik hanya retak maupun sampai patah yang disebabkan oleh kekerasan, tumor, degeneratif, dan pada keadaan menopause.

Senin, 10 Juni 2013

RJP 2010


The American Heart Association (AHA) mengeluarkan panduan untuk melakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru) terbaru. Rekomendasi terbaru menunjukkan bahwa penolong harus lebih berfokus pada kompresi dada ketimbang pernapasan buatan melalui mulut.
Panduan terdahulu (2005) menekankan pada penanganan “ABC” (Airway, Breathing, Chest Compression) yaitu dengan melakukan pemeriksaan jalan napas, melakukan pernapasan buatan melalui mulut, kemudian memulai kompresi dada. Panduan terbaru (2010) yang dikeluarkan oleh AHA lebih menekankan pada penanganan “CAB” (Chest Compression, Airway, Breathing) yaitu dengan terlebih dahulu melakukan kompresi dada, memeriksa jalan napas kemudian melakukan pernapasan buatan. Panduan ini juga mencatat bahwa pernapasan buatan melalui mulut boleh tidak dilakukan pada kekhawatiran terhadap orang asing dan kurangnya pelatihan formal. Sebenarnya, seluruh metode ini memiliki tujuan yang sama, yaitu membuat aliran darah dan oksigen tetap bersirkulasi secepat mungkin.
Pada tahun 2008, AHA menyatakan bahwa penolong tak terlatih atau mereka yang tidak mau melakukan pernapasan buatan melalui mulut dapat melakukan kompresi dada hingga bantuan medis datang. Panduan terbaru (2010) dari AHA menyarankan kompresi dada terlebih dahulu baik bagi penolong terlatih maupun penolong tidak terlatih.
The American Heart Association (AHA) menyarankan, ketika seorang dewasa ditemukan tidak responsif dan tidak bernapas atau mengalami kesulitan bernapas, setiap orang yang ada di sekitarnya wajib untuk menghubungi tenaga kesehatan kemudian segera melakukan kompresi dada.
Setelah mengaktifkan bantuan tenaga kesehatan dan melakukan kompresi dada, maka tindakan berikutnya yang harus dilakukan adalah dengan segera bisa mendapatkan akses terhadap AED (automatic external defibrillator), sebuah alat bantu kejut jantung yang dapat membantu ritme jantung kembali normal.
Ketiga mata rantai awal ini dapat membantu meningkatkan keberhasilan pertolongan dan angka kehidupan pada korban. Perubahan panduan ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berarti pada hasil dari tindakan RJP kompresi dada dan pernapasan buatan dengan RJP kompresi dada saja.
Panduan “Resusitasi Jantung Paru” terbaru ini menjadi lebih mudah dilakukan juga bagi orang awam karena menekankan pada kompresi dada untuk mempertahankan aliran darah dan oksigen dalam  darah tetap mengalir ke jantung dan otak. Kompresi dada memang cenderung lebih mudah untuk dilakukan, dan setiap orang dapat melakukannya.
Kompresi dada dapat dilakukan dengan meletakkan satu tangan di atas tangan yang lain dan menekan dengan kuat pada dada korban. Panduan RJP yang baru ini menekankan bahwa penolong harus berfokus memberikan kompresi sekuat dan secepat mungkin, 100 kali kompresi dada per menit, dengan kedalaman kompresi sekitar 5-5,5 cm. Dan, sangat penting untuk tidak bersandar pada dada ketika melakukan kompresi dada pada korban. Penolong tidak perlu takut dan ragu untuk melakukan kompresi dada yang dalam karena risiko ketidakberhasilan justru terjadi ketika kompresi dada yang dilakukan kurang dalam.