The American Heart
Association (AHA) mengeluarkan panduan
untuk melakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru) terbaru. Rekomendasi terbaru
menunjukkan bahwa penolong harus lebih berfokus pada kompresi dada ketimbang
pernapasan buatan melalui mulut.
Panduan terdahulu (2005)
menekankan pada penanganan “ABC” (Airway, Breathing, Chest Compression)
yaitu dengan melakukan pemeriksaan jalan napas, melakukan pernapasan buatan
melalui mulut, kemudian memulai kompresi dada. Panduan terbaru (2010) yang
dikeluarkan oleh AHA lebih menekankan pada penanganan “CAB” (Chest
Compression, Airway, Breathing) yaitu dengan terlebih dahulu melakukan
kompresi dada, memeriksa jalan napas kemudian melakukan pernapasan buatan.
Panduan ini juga mencatat bahwa pernapasan buatan melalui mulut boleh tidak
dilakukan pada kekhawatiran terhadap orang asing dan kurangnya pelatihan
formal. Sebenarnya, seluruh metode ini memiliki tujuan yang sama, yaitu membuat
aliran darah dan oksigen tetap bersirkulasi secepat mungkin.
Pada tahun 2008, AHA
menyatakan bahwa penolong tak terlatih atau mereka yang tidak mau melakukan
pernapasan buatan melalui mulut dapat melakukan kompresi dada hingga bantuan
medis datang. Panduan terbaru (2010) dari AHA menyarankan kompresi dada
terlebih dahulu baik bagi penolong terlatih maupun penolong tidak terlatih.
The American Heart
Association (AHA) menyarankan, ketika
seorang dewasa ditemukan tidak responsif dan tidak bernapas atau mengalami
kesulitan bernapas, setiap orang yang ada di sekitarnya wajib untuk menghubungi
tenaga kesehatan kemudian segera melakukan kompresi dada.
Setelah mengaktifkan
bantuan tenaga kesehatan dan melakukan kompresi dada, maka tindakan berikutnya
yang harus dilakukan adalah dengan segera bisa mendapatkan akses terhadap AED (automatic
external defibrillator), sebuah alat bantu kejut jantung yang dapat
membantu ritme jantung kembali normal.
Ketiga mata rantai awal
ini dapat membantu meningkatkan keberhasilan pertolongan dan angka kehidupan
pada korban. Perubahan panduan ini mengacu pada penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
berarti pada hasil dari tindakan RJP kompresi dada dan pernapasan buatan dengan
RJP kompresi dada saja.
Panduan “Resusitasi
Jantung Paru” terbaru ini menjadi lebih mudah dilakukan juga bagi orang awam
karena menekankan pada kompresi dada untuk mempertahankan aliran darah dan
oksigen dalam darah tetap mengalir ke jantung dan otak. Kompresi dada
memang cenderung lebih mudah untuk dilakukan, dan setiap orang dapat
melakukannya.
Kompresi dada dapat
dilakukan dengan meletakkan satu tangan di atas tangan yang lain dan menekan
dengan kuat pada dada korban. Panduan RJP yang baru ini menekankan bahwa
penolong harus berfokus memberikan kompresi sekuat dan secepat mungkin, 100
kali kompresi dada per menit, dengan kedalaman kompresi sekitar 5-5,5 cm. Dan,
sangat penting untuk tidak bersandar pada dada ketika melakukan kompresi dada
pada korban. Penolong tidak perlu takut dan ragu untuk melakukan kompresi dada
yang dalam karena risiko ketidakberhasilan justru terjadi ketika kompresi dada
yang dilakukan kurang dalam.