Sabtu, 15 Juni 2013

fraktur

TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A.    Konsep Dasar Fraktur
a.      Pengertian
       Ada  beberapa pengertian tentang fraktur menurut beberapa ahli yakni sebagai berikut :
       Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (Mansjoer, 2000 : 346).
       Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan. (Engram, 1998 : 266).
       Fraktur juga dapat terjadi karena keadaan patologik dimana sering terjadi pada daerah tulang yang menjadi lemah oleh karena tumor, degeneratif, dan pada keadaan menopause. (Price, 1995 : 1184).
       Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. (Reeves, 2001 : 248).
       Fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas tulang. (Pusdiknakes, 1995 : 75).
       Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah  putusnya hubungan normal dari tulang baik hanya retak maupun sampai patah yang disebabkan oleh kekerasan, tumor, degeneratif, dan pada keadaan menopause.

2.       Klasifikasi Fraktur
       Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan patahnya, integritas kulit, lokasi, bentuk dan patahan serta status kelurusan, adapun jenis fraktur yang biasanya pada fraktur adalah :
a.  Fraktur Tertutup (closed fracture) :
       Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit. (Reeves, 2001 : 298).
b.    Fraktur Terbuka (open fracture) :
       Tulang mengalami fraktur, kulit terbuka dan banyak jaringan lunak yang dapat mengalami trauma. (Rachmadi, 1993:79).
Komplit (complete) :
       Retak atau patah tulang yang luas dan melintang melalui seluruh penampang tulang sehingga patahan tulang terpisah antara satu dengan lainnya.
c.    Tidak komplit (incomplete) :
       Garis patah tidak melewati seluruh penampang tulang.
d.   Kominuvita :
       Fraktur yang mempunyai lebih dari dua fragmen dan saling berhubungan.
e.    Transverse :
Fraktur luas tulang melintang dari tulang, menyilang kedua korteks.
f.     Oblique
       Fraktur yang mempunyai arah miring.
g.    Greenstick :
       Keretakan pada salah satu sisi dari tulang yang dikarenakan pembengkakan parsial.
h.    Multiple
       Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya.

3.       Penyebab Fraktur
       Fraktur  dapat ditimbulkan  oleh beberapa macam, antara lain :
a.       Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan fraktur pada titik terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki membentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di benturan.

b.      Trauma tidak langsung
 Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari terjadinya kekerasan, misalnya jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, maka dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.

c.       Trauma ringan
 Trauma yang dapat mengakibatkan fraktur bila tulang itu sudah rapuh, biasanya terjadi pada lansia.
      Penyebab lain yang bisa membuat tulang menjadi patah adalah karena penyakit yang menyebabkan tulang menjadi rapuh seperti pada tumor baik primer maupun tumor metastasis. Juga pada wanita yang sudah menopause mempunyai resiko tinggi mengalami fraktur termasuk lansia dengan masalah osteoporosis. (Price, 1995 : 1184).
        Berdasarkan beberapa penyebab diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab fraktur adalah trauma, penyakit seperti tumor dan pada wanita menopause.

4.      Patofisiologi
       Tulang “dipegang” secara relatif kuat pada posisi anatomisnya yang normal oleh bentuknya. Otot yang mengelilingi tulang sepanjang batangnya juga menciptakan perlindungan. Tetapi, jika suatu daya yang kekuatannya lebih superior daripada tulang, otot, tendon dan ligamen diterapkan secara langsung maupun tidak langsung, maka daya tersebut akan menyebutkan jaringan “melawan” atau menantangnya. Jika tulang tidak mampu melawan kekuatan, maka tulang akan patah.
       Trauma pada tulang tibia dan fibula baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat terjadi fratur baik itu tertutup ataupun terbuka.  Menimbulkan kerusakan kulit (pada fraktur terbuka), edema jaringan, perdarahan, emboli lemak yang akan mempengaruhi perfusi jaringan, menekan saraf perifer, ketidakadekuatan sirkulasi mengakibatkan  nyeri, penurunanan sensasi (kebas, kesemutan), hipotensi dan penurunan kesadaran, syok, keterbatasan/kehilangan fungsi pergerakan dimana akan timbul respon berupa intoleransi aktivitas, perubahan perfusi jaringan, kerusakan mobilitas fisik, kerusakan intergritas kulit.
      
5.       Proses Penyembuhan Tulang
        Jika tulang mengalami fraktur, beberapa atau seluruh peristiwa di bawah ini terjadi sebagai rangkaian dari trauma. Peristiwa – peristiwa tersebut terjadi sesudah injury tetapi terus berlangsung selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun, pada situasi tertentu sampai peristiwa tersebut lengkap.
a         Tingkatan – tingkatan pertumbuhan tulang sebagai berikut :
1)    Hematoma Formation (Formasi Hematoma)
2)      Konsolidasi
3)      Granulasi
4)      Callus Formation
5)      Remodelling
b        Penyembuhan tulang itu sendiri tergantung pada :
1)    Fraktur lokal / setempat
Tingkat keparahan injury, suplai nutrisi, besarnya “gap” atau jembatan tulang, tingkat imobilisasi, infeksi atau nekrosis sel – sel tulang, tipe fraktur dimana fraktur tulang rawan lebih cepat disembuhkan daripada fraktur pada tulang keras karena adanya darah dan pembekuan darah dalam jumlah yang lebih banyak pada tulang keras.
2)    Faktor – faktor sistemik
Usia, penyakit–penyakit seperti Diabetes Melitus dan ketidakseimbangan hormon, stress, imobilitas, mobilitas pada tulang yang terfraktur.
c         Beberapa faktor yang menghambat pertumbuhan callus adalah:
1)      Union adalah bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan yang disebabkan callus terputus atau remuk karena aktivitas berlebihan, udem pada lokasi fraktur yang menghalang atau menghambat penyaluran nutrisi, imobilisasi yang tidak efisien, infeksi terjadi pada lokasi dan kondisi gizi yang buruk.
2)      Non Union adalah bila penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu yang lama yang disebabkan oleh terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen, terjadi nekrosa karena tidak ada aliran darah, anemi, ketidakseimbangan endokrin, atau penyebab sistemik lainnya.

6.      Tanda dan Gejala
       Nyeri pada daerah yang patah, tampak adanya kelainan bentuk (deformity), anggota tubuh yang terkena akan mengalami gangguan fungsi (tidak dapat digerakkan) dan perubahan warna (hematoma), krepitasi, udem setempat (tidak jelas dalam beberapa jam).
      
7.      Komplikasi yang ditimbulkan fraktur
       Shock, sidroma embolisme lemak, sindroma kompartemen, nekrosis tulang avaskuler, osteomyelitis, gangren gas, borok akibat tekanan (“Pressure Sores”)
  

8.      Pemeriksaan / Pengkajian.
a.       Anamnesis
        Bila tidak terdapat riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, dimana, jenis berat ringan trauma, posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan.
b.       Pemeriksaan Status Lokalis
       Tanda – tanda klinis pada fraktur seperti :
1)     Look, cari apakah terdapat deformitas seperti penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan pemendekan, functio laesa (hilangnya fungsi).
2)      Feel, apakah terdapat nyeri tekan, udem, atau adanya massa.
3)      Move, untuk mencari krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan, pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma, nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif, seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan yang tidak mampu dilakukan, ROM, dan kekuatan.
c.       Pemeriksaan Umum
       Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multiple, fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda – tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi.
d.      Pemeriksaan Status Sirkulatori dan Neurologis
       Setelah bagian yang retak di immobilisasi dengan baik, maka dilakukan pemeriksaan status sirkulatori dan neurologis yaitu 5 P antara lain Pain (rasa sakit), Paloor (kepucatan/perubahan warna), paralisis (kelumpuhan/ketidakmampuan untuk bergerak), parasthesia (rasa kesemutan) dan pulsessness (tidak ada denyut nadi) untuk menentukan status neurovaskuler dan fungsi motorik pada bagian distal fraktur.
e.       Pemeriksaan dengan Rontgen (sinar X)

      
9.      Penatalaksanaan
        Pentingnya  untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama  sampai di Rumah Sakit, mengingat golden period 1 – 6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat, dan lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologi, pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Pengobatan fraktur tertutup bisa konsevatif atau operatif.
a.      Terapi konservatif, terdiri dari :
1)  Proteksi saja.
2)  Imobilisasi saja tanpa reposisi.
3)  Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips.
4)  Traksi, untuk reposisi secara perlahan.
b.      Terapi operatif, terdiri dari :
1)  Reposisi terbuka, fiksasi interna.
2)  Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna.
Tindakan pada fraktur terbuka sebelum 6 – 7 jam (golden period). Bersihkan luka, tindakan debridemen, berikan toxoid anti tetanus serum (ATS) atau tetanus human globulin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup1 minggu kemudian setelah edema menghilang (secondary suture) atau dapat juga hanya dijahit situasi (jahit luka jarang) yang berguna meminimalkan kontaminasi luka, fiksasi fragmen fraktur dan mengurangi perdarahan.
       Adapun metode penanganan fraktur yang lain adalah :
a.       Penanganan dengan Traksi
1)      Pengertian
       Traksi adalah penerapan tenaga / daya pada kulit, otot, dam tulang untuk membantu reduksi fraktur, memegang tulang-tulang yang direduksi agar bersatu untuk penyembuhan, meredakan rasa nyeri dan spasme otot, serta mengadakan tarikan yang cukup pada otot dan tulang untuk mengurangi tekanan pada saraf spinal peritenal.
2)      Jenis-jenis Traksi
       Jenis traksi yang digunakan untuk fraktur kruris adalah traksi skeletal  dikombinasikan dengan pemasangan pen Steinmann pada distal dan proksimal tibia dan fibula.(Gambar 5) dan untuk fraktur antebrachi dengan lateral skeletal traction (over head).
3)      Perawatan Traksi
       Mempertahankan tarikan konstan dalam garis dengan deformitas, mempertahankan tali dan penariknya, beban tergantung bebas diatas penarik, observasi sisi pemasangan adanya tanda infeksi
b.      Penanganan dengan Gips
1)      Pengertian
       Gips adalah struktur yang keras dan terbuat dari material plester, fiberglass atau plastik, yang digunakan untuk mengimobilisasi jaringan muskuloskeletal setelah terjadi injury. (Rachmadi, 1993 : 135).
2)      Jenis –jenis Gips
       Jenis gips yang digunakan pada fraktur kruris adalah :
a)      Long Leg Plester
Balutan gips dari metatarsophalangeal sampai proximal paha.
b)      Short Leg Cast
  Balutan gip dari metatarsophalangeal sampai distal paha, jenis gips yang sering digunakan.
Jenis gips yang digunakan untuk fraktur antebrachi adalah long arm cast dan short cast .
3)       Perawatan Gips
       Memantau adanya keluhan nyeri, panas/rasa terbakar, meninggikan ektremitas, gips jangan dipelitur karena gips adalah material yang porus sehingga udara bisa masuk ke dalam gips, tekanan dari gips terutama pada tonjolan tulang dan adanya luka jahitan yang memerlukan perawatan dapat dibuat jendela.
c.       Penatalaksanaan Obat-obatan
       Pemberian obat-obatan seperti : analgesik – narkotik, analgesik – antipiretik, transquilizer, agen antiinfektif, sedatif – hipnotik.
d.      Supportif
        Pemberian kompres es untuk mengurangi perdarahan dan udem, meninggikan  ekstremitas yang terkena, gunakan “sling” atau “splint” untuk mengurangi kerusakan pada jaringan yang berdekatan, opname jika mungkin, diet seimbang dan infus.
















B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.


Proses keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis selama upaya memperbaiki atau memelihara klien sampai betarap optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal atau membantu kebutuhan klien.
Proses perawatan adalah cara yang teratur dan sistematis dan menentukan masalah serta memenuhi kebutuhan klien.
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan dimana suatu data dan informasi dikumpulkan untuk menentukan masalah kesehatan atau keperawatan baik aktual ataupun potensial.
Pada langkah ini data yang diperlukan pada klien tersebut adalah :
a.       Identitas klien meliputi, nama, umur, pekerjaan , agama, alamat, pendidikan terakhir , No. Register dan diagnosa medis.
b.      Identitas penanggung jawab meliputi ; nama, umur, pekerjaan , agama, alamat dan hubungan dengan klien.
c.       Riwayat penyakit.
1)      Keluhan utama : Biasanya klien mengalami fraktur  terbuka atau tertutup akan mengeluh rasa nyeri atau sakit terlebih saat digerakan.
2)      Riwayat penyakit sekarang ; biasanya klien mengalami suatu trauma seperti kecelakaan lalu lintas , jatuh terpukul dan sebagainya disamping itu perlu ditanyakan beberapa lama sudah terjadi.
3)      Riwayat penyakit dahulu ; ditanya penyakit penyerta dan kondisi yang memberatkan seperti : DM, jantung, hypertensi, kerapuhan tulang dan sebagianya.
4)      Riwayat penyakit keluarga : hal ini tidak terlalu berhubungan dengan keadaan klien yang ,mengalami fraktur.
5)      Pengakajian fisik.
-          Inspeksi : Meliputi data tingkat kesadaran klien, keadaan umum, dan pada daerah yang terinjuri atau mengalami fraktur misalnya edema, adanya peradangan ,luka, sianosis dan apakah terdapat dislokasi dan klien tampak gelisah.
-          Palpasi : untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh , turgor kulit dan penekanan pada exstremitas yang mengalami fraktur apakah ada terdapat rasa nyeri.
-          Auskultasi : untuk mendengarkan peristaltik pada abdomen , bunyi pernafasan dan bunyi jantung.
-          Prosedur diagnostik : Pada pemeriksaan laboratorium yang perlu dikaji adalah darah lengkap ( Hb, leukosit, eritrosit , LED , dll ).
-          Perkusi : untuk menegtahui bunyi tympani apabila terdapat kembung pada abdomen.

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan kesimpulan yang dibuat oleh perawat berdasarkan data yang telah dikumpulkan mengenai respon klien terhadap penyakitnya, baik perawatan yang aktual maupun potensial. Pada klien yang mengalami fraktur terbuka atau tertutup pada femur adalah dilakukan immobilisasi, maka diagnosa yang ditegakkan adalah sebagai berikut :
a.       Nyeri berhubungan dengan adanya fraktur terbuka / tertutup  pada femur dextra / sinistra.
b.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan peradangan.
c.       Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang prosedur dan tindakan operasi.
d.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.

3.      Rencana perawatan
Dalam memenuhi kebutuhan klien perawat perlu memikirkan cara pemenuhan kebutuhan klien tersebut sehingga dalam pemenuhan ini perawat hendaknya merencanakan tindakan yang ingin dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan klien. Adapun rencana perawatan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
Pre Op :
a.       Nyeri berhubungan dengan fraktur terbuka / tertutup  pada femur.
Tujuan            : Rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi        :     -    Observasi type nyeri
-          Beri posisi yang nyaman
-          Beri kompres es pada daerah fraktur
-          Beri analgetik sesuai terapi
b.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri dan peradangan.
Tujuan            : Pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan mobilitasnya.
Intervensi         :    -     Dorong klien untuk melakukan latihan ROM aktif maupun pasif.
-          Beri bantuan untuk pemenuhan gizi sehari-hari.
-          Beri nutrisi yang adekuat.
-          Libatkan keluarga klien dalam pemenuhan ADL.



c.       Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur dan tindakan operasi.
Tujuan             : Rasa cemas klien hilang atau berkurang.
Intervensi       :  -    Observasi keadaan klien dan tingkat kecemasan
-          Berikan penjelasan dan pengertian tentang proses penyembuhan klien
-          Pertahankan lingkungan yang tenang.
d.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
Tujuan            :     Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Intervensi       : -     Rawat luka klien secara aseptik dan antiseptik.
-          Observasi tanda-tanda infeksi
-          Berikan obat antibiotik sesuai terapi